Keterampilan menggambar ternyata bisa membuat anak kreatif, asalkan ia diberi kebebasan.
Setiap anak prasekolah gemar menggambar dan mewarnai. Kegiatan ini, menurut pakar pendidikan, Drs Agus Moeliono, dari Yayasan Pendidikan Anangga Diipa, banyak manfaatnya. Tak terbatas untuk pengembangan seni, tapi juga sebagai penumbuh kreativitas, alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi anak. Lewat kegiatan ini pula, motorik halus anak dilatih dan akan sangat bermanfaat kala ia harus menulis di usia sekolah. "Otak kanan dan kiri serta nurani anak ikut terasah," tambah Agus.
Tapi semua manfaat itu tak bakal didapat secara maksimal jika anak menggambar dalam keadaan terpaksa dan tertekan. Orang tua yang kelewat mengarahkan harus menggambar ini-itu, misalnya, membuat kreativitas anak terkungkung. "Banyak, kan, anak yang cuma menggambar gunung dan sawah. Padahal, alam kita kaya sekali," ujar Agus memberi contoh. Ditambah lagi, "Guru juga kerap bikin anak tak percaya diri. Gunung warna kuning, disalahkan. "Padahal, di usia prasekolah, anak gemar berekspresi bebas. Ia mencoba mengungkapkan hal-hal baru. Sah-sah saja kalau ia menggambar orang dengan satu tangan yang lebih besar."
Yang kerap dilupakan orang tua atau guru, lanjut Agus, keterampilan menggambar juga bermanfaat pada bidang-bidang lainnya, seperti kedokteran dan arsitektur. "Dokter, kan, harus bisa menggambar bentuk tubuh manusia secara detail. Jelas, keahlian gambar amat diperlukan. Begitu juga arsitek." Alhasil, anak dimasukkan ke sanggar melukis agar bisa jadi pelukis handal, padahal tak mesti begitu. "Ada juga yang beranggapan, menggambar perlu bakat. Itu keliru besar. Walau tak ada bakat, usaha anak tidak akan sia-sia. Biar saja lukisannya enggak bagus atau tak pernah jadi juara lomba." Sebab, inti dari kegiatan ini adalah mengungkapkan, "Ini, lo, pikiran, ide, dan gagasanku!" Jadi, kata Agus, "Bukan untuk jadi juara gambar."
Ia juga berpendapat, lomba mewarnai yang banyak diselenggarakan di mal atau tempat lain, sangat tidak mendidik. "Secara tak langsung, kreativitas anak dibunuh karena mereka hanya mewarnai gambar yang sudah dibuat orang dewasa. Anak jadi enggan berkreasi sendiri."
TIGA JENIS GAMBAR
Kapan seorang anak bisa belajar melukis? Berikut patokannya, menurut Agus.
1. Usia 3 tahun ke atas biasanya anak sudah bisa diajarkan melukis.
2. Kala anak mampu membuat bentuk sederhana seperti lingkaran, garis, dan kotak.
3. Anak menunjukkan minat melukis, yang bisa dilihat dari kebiasaannya mencorat-coret buku atau dinding.
4. Anak mampu menilai apa yang dia suka dari perbedaan bentuk, ukuran, benda, dan suara.
5. Mampu mengikuti arah, dari kiri ke kanan, saat melihat gambar.
6. Mampu mengikuti instruksi, seperti besar, kecil, kiri, kanan, atas, atau bawah.
Sedangkan untuk cara menggambar, ada 3 gaya yang bisa diajarkan, yaitu:
a. Menggambar ekspresif
Yaitu jenis gambar yang mengungkapkan pikiran maupun perasaan anak terhadap sesuatu. Jenis gambar ini ditandai dengan pewarnaan yang sangat kaya. Objek-objeknya pun begitu nyata.
b. Menggambar detail
Menggambar objek dengan cara sedetail-detailnya, misalnya menggambar kerbau lengkap dengan hidung, tanduk, telinga, kaki, serta identitas lainnya.
c. Menggambar imajinatif
Anak belajar mengungkapkan imajinasinya dalam gambar. Adegannya hanya hasil rekaan anak saja semisal harimau yang bisa menyelam di dalam laut.
Seperti disebutkan di atas, pengarahan yang berlebihan hanya akan memasung kreativitas anak. Karena itu, agar anak tetap bisa bebas berkreasi, orang tua cukup mendorong si kecil agar bisa mengungkapkan perasaan, "Biarkan ide anak mengalir tanpa perlu digurui. Tak perlu pula menyuruhnya menyontoh gambar orang lain."
Dukungan lain yang penting adalah alat-alat gambar seperti krayon, papan tulis, kertas gambar, dan lainnya. Jangan lupa, pesan Agus, selesai menggambar, tanyakan pada anak tentang hasil karyanya. Minta ia menceritakan hasil karyanya. "Satu hal lain yang penting, beri pujian sehingga ia senantiasa bersemangat melakukannya."
Merangsang Otak Kiri, Kanan, dan Nurani
Untuk merangsang organ-organ tersebut, ada bebarapa cara yang bisa dilakukan orang tua.
1. Story telling atau bercerita
Bacakan topik tertentu pada anak lalu minta anak membayangkan suatu tempat atau benda. Bisa juga dengan mendongeng setelah itu anak disuruh menceritakan benda, makhluk, atau hal apa saja yang mereka lihat atau temukan di tempat itu. Kemudian, minta anak menggambarkan apa yang didapatnya dari cerita tersebut di atas kertas. "Misalnya, guru menceritakan keadaan luar angkasa. Tentang keadaan, suhu, pakaian, dan semua benda yang ada di sana. Setelah itu, anak ditugaskan menggambar sesuai dengan cerita yang baru saja disampaikan. Biarkan anak berimajinasi, seperti menggambar makhluk sesuai rekaannya."
2. Melihat langsung benda yang akan dilukis
Secara tak langsung, anak bisa mengamati secara detail objek yang akan digambarnya. Dengan demikian, ia mendapat gambaran benda secara nyata dan tidak akan salah saat menggambar objek tersebut. Kalau ia hendak menggambar pemandangan alam di pegunungan, contohnya, ajak ia jalan-jalan melihat pemandangan dan minta agar ia mengamati alam sekitarnya. Dari situ anak bisa melihat, bagaimana warna asli gunung, pohon-pohon, sungai, atau sawah.
3. Perlihatkan gambar/foto
Tentunya tak semua objek yang akan digambar bisa diperlihatkan wujud aslinya, entah karena objeknya benar-benar sudah tidak ada, seperti dinosaurus atau tempatnya terlalu jauh untuk ditempuh, seperti kasus tragedi Bali atau tragedi WTC. Nah, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, tak ada salahnya jika objek tersebut dikenalkan lewat gambar/foto di buku atau surat kabar.
Untuk lebih mengasah nuraninya, tak ada salahnya gambar anak dilengkapi dengan keterangan yang ditulis sendiri olehnya jika memang ia sudah mampu melakukannya. "Tak usah berharap anak menulis indah seperti puisi. Yang penting, biarkan ia mengungkapkan perasaan hatinya. Misalnya, pada gambar tragedi Bali, anak menulis komentar, 'Ya Tuhan, tolonglah mereka supaya cepat sembuh.' Itu sudah lebih dari cukup," kata Agus.
tabloid-nakita
Setiap anak prasekolah gemar menggambar dan mewarnai. Kegiatan ini, menurut pakar pendidikan, Drs Agus Moeliono, dari Yayasan Pendidikan Anangga Diipa, banyak manfaatnya. Tak terbatas untuk pengembangan seni, tapi juga sebagai penumbuh kreativitas, alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi anak. Lewat kegiatan ini pula, motorik halus anak dilatih dan akan sangat bermanfaat kala ia harus menulis di usia sekolah. "Otak kanan dan kiri serta nurani anak ikut terasah," tambah Agus.
Tapi semua manfaat itu tak bakal didapat secara maksimal jika anak menggambar dalam keadaan terpaksa dan tertekan. Orang tua yang kelewat mengarahkan harus menggambar ini-itu, misalnya, membuat kreativitas anak terkungkung. "Banyak, kan, anak yang cuma menggambar gunung dan sawah. Padahal, alam kita kaya sekali," ujar Agus memberi contoh. Ditambah lagi, "Guru juga kerap bikin anak tak percaya diri. Gunung warna kuning, disalahkan. "Padahal, di usia prasekolah, anak gemar berekspresi bebas. Ia mencoba mengungkapkan hal-hal baru. Sah-sah saja kalau ia menggambar orang dengan satu tangan yang lebih besar."
Yang kerap dilupakan orang tua atau guru, lanjut Agus, keterampilan menggambar juga bermanfaat pada bidang-bidang lainnya, seperti kedokteran dan arsitektur. "Dokter, kan, harus bisa menggambar bentuk tubuh manusia secara detail. Jelas, keahlian gambar amat diperlukan. Begitu juga arsitek." Alhasil, anak dimasukkan ke sanggar melukis agar bisa jadi pelukis handal, padahal tak mesti begitu. "Ada juga yang beranggapan, menggambar perlu bakat. Itu keliru besar. Walau tak ada bakat, usaha anak tidak akan sia-sia. Biar saja lukisannya enggak bagus atau tak pernah jadi juara lomba." Sebab, inti dari kegiatan ini adalah mengungkapkan, "Ini, lo, pikiran, ide, dan gagasanku!" Jadi, kata Agus, "Bukan untuk jadi juara gambar."
Ia juga berpendapat, lomba mewarnai yang banyak diselenggarakan di mal atau tempat lain, sangat tidak mendidik. "Secara tak langsung, kreativitas anak dibunuh karena mereka hanya mewarnai gambar yang sudah dibuat orang dewasa. Anak jadi enggan berkreasi sendiri."
TIGA JENIS GAMBAR
Kapan seorang anak bisa belajar melukis? Berikut patokannya, menurut Agus.
1. Usia 3 tahun ke atas biasanya anak sudah bisa diajarkan melukis.
2. Kala anak mampu membuat bentuk sederhana seperti lingkaran, garis, dan kotak.
3. Anak menunjukkan minat melukis, yang bisa dilihat dari kebiasaannya mencorat-coret buku atau dinding.
4. Anak mampu menilai apa yang dia suka dari perbedaan bentuk, ukuran, benda, dan suara.
5. Mampu mengikuti arah, dari kiri ke kanan, saat melihat gambar.
6. Mampu mengikuti instruksi, seperti besar, kecil, kiri, kanan, atas, atau bawah.
Sedangkan untuk cara menggambar, ada 3 gaya yang bisa diajarkan, yaitu:
a. Menggambar ekspresif
Yaitu jenis gambar yang mengungkapkan pikiran maupun perasaan anak terhadap sesuatu. Jenis gambar ini ditandai dengan pewarnaan yang sangat kaya. Objek-objeknya pun begitu nyata.
b. Menggambar detail
Menggambar objek dengan cara sedetail-detailnya, misalnya menggambar kerbau lengkap dengan hidung, tanduk, telinga, kaki, serta identitas lainnya.
c. Menggambar imajinatif
Anak belajar mengungkapkan imajinasinya dalam gambar. Adegannya hanya hasil rekaan anak saja semisal harimau yang bisa menyelam di dalam laut.
Seperti disebutkan di atas, pengarahan yang berlebihan hanya akan memasung kreativitas anak. Karena itu, agar anak tetap bisa bebas berkreasi, orang tua cukup mendorong si kecil agar bisa mengungkapkan perasaan, "Biarkan ide anak mengalir tanpa perlu digurui. Tak perlu pula menyuruhnya menyontoh gambar orang lain."
Dukungan lain yang penting adalah alat-alat gambar seperti krayon, papan tulis, kertas gambar, dan lainnya. Jangan lupa, pesan Agus, selesai menggambar, tanyakan pada anak tentang hasil karyanya. Minta ia menceritakan hasil karyanya. "Satu hal lain yang penting, beri pujian sehingga ia senantiasa bersemangat melakukannya."
Merangsang Otak Kiri, Kanan, dan Nurani
Untuk merangsang organ-organ tersebut, ada bebarapa cara yang bisa dilakukan orang tua.
1. Story telling atau bercerita
Bacakan topik tertentu pada anak lalu minta anak membayangkan suatu tempat atau benda. Bisa juga dengan mendongeng setelah itu anak disuruh menceritakan benda, makhluk, atau hal apa saja yang mereka lihat atau temukan di tempat itu. Kemudian, minta anak menggambarkan apa yang didapatnya dari cerita tersebut di atas kertas. "Misalnya, guru menceritakan keadaan luar angkasa. Tentang keadaan, suhu, pakaian, dan semua benda yang ada di sana. Setelah itu, anak ditugaskan menggambar sesuai dengan cerita yang baru saja disampaikan. Biarkan anak berimajinasi, seperti menggambar makhluk sesuai rekaannya."
2. Melihat langsung benda yang akan dilukis
Secara tak langsung, anak bisa mengamati secara detail objek yang akan digambarnya. Dengan demikian, ia mendapat gambaran benda secara nyata dan tidak akan salah saat menggambar objek tersebut. Kalau ia hendak menggambar pemandangan alam di pegunungan, contohnya, ajak ia jalan-jalan melihat pemandangan dan minta agar ia mengamati alam sekitarnya. Dari situ anak bisa melihat, bagaimana warna asli gunung, pohon-pohon, sungai, atau sawah.
3. Perlihatkan gambar/foto
Tentunya tak semua objek yang akan digambar bisa diperlihatkan wujud aslinya, entah karena objeknya benar-benar sudah tidak ada, seperti dinosaurus atau tempatnya terlalu jauh untuk ditempuh, seperti kasus tragedi Bali atau tragedi WTC. Nah, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, tak ada salahnya jika objek tersebut dikenalkan lewat gambar/foto di buku atau surat kabar.
Untuk lebih mengasah nuraninya, tak ada salahnya gambar anak dilengkapi dengan keterangan yang ditulis sendiri olehnya jika memang ia sudah mampu melakukannya. "Tak usah berharap anak menulis indah seperti puisi. Yang penting, biarkan ia mengungkapkan perasaan hatinya. Misalnya, pada gambar tragedi Bali, anak menulis komentar, 'Ya Tuhan, tolonglah mereka supaya cepat sembuh.' Itu sudah lebih dari cukup," kata Agus.
tabloid-nakita
Post a Comment for "BEBASKAN ANAK MENGGAMBAR APA SAJA"